Penyiksaan jelas tindakan ilegal. Menyalahi konstitusi, ketentuan hukum nasional maupun internasional. Indonesia bahkan sudah lebih dari dua dekade meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU No 5 Tahun 1998. Tapi pada faktanya, sejumlah aturan tersebut terbilang gagal menghapus praktik penyiksaan. Terbukti, kasus penyiksaan masih dengan mudah kita temukan. Rasanya bukan hal baru ketika kita menyaksikan para pelaku kejahatan dipertontonkan dalam kondisi babak belur tidak berdaya. Dengan alasan melawan saat ditangkap, disertai tambahan kalimat ‘tindakan tegas dan terukur’ oleh aparat, maka akuntabilitas penggunaan kekuatan seakan tidak diperlukan. Padahal prilaku seperti itu bukan hanya terindikasi sebagai bentuk penggunaan kekuatan berlebihan, tapi juga potensial memenuhi unsur-unsur penyiksaan.
Daerah yang kerap mendapat sorotan terkait praktik penyiksaan adalah provinsi Sumatera Utara. Selain tiap tahun menjadi penyumbang signifikan angka penyiksaan, Sumatera Utara tidak jarang menjadi tempat lahirnya kasus-kasus fenomenal. Sebut saja kasus kerankeng bupati langkat yang begitu lekat dalam ingatan publik. Dari data yang KontraS Sumut rangkum selama periode 2020-2023 sedikitnya terjadi 33 kasus yang terkategorisasi sebagai praktik penyiksaan. Jumlah ini tentu bukan menjadi angka pasti dari total keseluruhan praktik penyiksaan di Sumatera Utara. Secara faktual, angkanya bisa saja jauh lebih besar. Sebab pengumpulan data masih menggunakan proses monitoring, baik melalui media maupun pengaduan langsung masyarakat. Dengan demikian, kasus-kasus yang luput dari pantauan, tidak terpublikasi, atau kasus-kasus dimana para korban enggan melaporkan, tidak terangkum dalam data tersebut.
KontraS Sumut sejak awal berdiri sudah memberikan sorotan khusus untuk isu penyiksaan. Upaya meminimalisir praktik penyiksaan itu kami lakukan dengan konsisten melakukan kajian, monitoring, kampanye, maupun pendampingan bagi para korban penyiksaan. Melalui Kerjasama The United Nations Voluntary Fund For Victims Of Torture (2022 – sekarang) kami menyediakan layanan bagi para korban penyiksaan. Terdapat 4 jenis layanan yang bisa kami berikan, mulai dari bantuan medis, hukum, psikologis dan finansial bagi para korban penyiksaan.