Sebagai daerah perkebunan dan tambang potensial, Sumatera Utara tidak bisa dilepaskan dari persoalan konflik pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Berdasarkan catatan KontraS Sumut sepanjang tahun 2021, setidaknya terdapat 34 titik konflik yang terjadi di Sumatera Utara. Persoalan relatif makin menumpuk sedangkan di sisi lain belum ada pola penyelesaian yang efektif. Pendekatan yang dilakukan masih konvensional. Cenderung menyampingkan hak rakyat kecil dan pro pada pemodal-pemodal besar. Situasi demikian bukan hanya mengakibatkan terampasnya ruang hidup dan mata pencaharian masyarakat, namun kerap mengakibatkan korban luka hingga kriminalisasi terhadap masyarakat yang mempertahankan hak atas tanah.

Secara tipologi, konflik di atas lahan HGU paling banyak terjadi di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara yang merupakan daerah perkebunan potensial. Sedangkan persoalan Eks HGU didominasi seputar 5.873,06 HA yang beradi di Deli Serdang, Langkat Dan Binjai. Konflik imbas pembangunan dan masuknya industri skala besar terjadi di Deli Serdang, Langkat, Kawasan Danau Toba, hingga Dairi. Di sepanjang Pantai Barat Sumatera Utara bergejolak konflik persoalan kebun plasma. Sedangkan Konflik di kawasan hutan akibat izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menggerus tanah adat masyarakat hingga polemik perhutanan sosial tersebar merata di hampir seluruh Kabupaten/Kota.

Ditengah persoalan konflik pengelolaan sumber daya yang terus menjamur, situasi demokrasi Indonesia di sisi lain mengalami kemunduran yang signifikan. Berbagai fenomena dilapangan seperti lahirnya kebijakan yang membatasi dan mengekang hak asasi warga negara hingga penggunaan kekerasan oleh aparatur negara menyebabkan ruang sipil semakin menyempit. Penyempitan ruang sipil di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan memang semakin nyata. Akibatnya masyarakat korban konflik pengelolaan sumber daya alam semakin kesulitan menyuarakan haknya. Mereka sangat potensial menjadi korban kekerasan hingga kriminalisasi. Kerjasama antara para aktor, baik itu pengusaha, penguasa dan aparat keamanan menciptakan kolaborasi efektif dalam mempersempit ruang aman masyarakat yang sedang memperjuangkan haknya.

KontraS Sumut memberikan perhatian khusus pada persoalan ini. Selain konsisten mendampingi masyarakat untuk memperjuangkan haknya atas pengelolaan SDA yang berkeadilan, kami bekerjasama dengan Yayasan TIFA berupaya menguatkan jaring perlindungan dan ruang aman bagi masyarakat terdampak konflik pengelolan SDA. Menguatnya jaring perlindungan dan ruang aman dilakukan dengan Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait prosedur keamanan pembela HAM/Lingkungan. Selain itu kami mencoba membantu menginisiasi terbentuknya protokol keamanan dan menguatkan jaringan masyarakat sipil untuk mendukung aktifitas perjuangan masyarakat.

 Aduan Online Dukung Kami