Food Estate di Sumut Bukan Hasilkan Ketahanan Pangan, Tapi Konflik Berkepanjangan
Diskursus mengenai ketahanan pangan merupakan persoalan fundamental dalam sejarah peradaban manusia. Begitupun di Indonesia, isu ketahanan pangan telah cukup lama menjadi pembahasan prioritas. Hal tersebut semakin penting mengingat sejak tahun 2020seluruh dunia dilanda pandemi COVID-19. Imbasnya, terjadi krisis multidimensi di kancah dunia internasional maupun di ranah domestik. FAO sebagai lembaga pangan dunia sejatinya mencatat bahwa suplai pangan masih relatif aman, namun demikian pandemi COVID-19 secara nyata telah menghantam sektor pertanian. Pada kuartal pertama 2020, tercatat bahwa cadangan sereal dunia (termasuk beras) mencapai 850 juta ton.1 Cadangan tersebut merupakan antisipasi apabila terjadi cuaca buruk atau bencana alam
sepanjang 2020.
Meski relatif aman, pandemi yang belum juga usai sangat berpotensi mengakibatkan situasi pangan tidak terkendali. Oleh sebab itu, FAO memberikan peringatan agar langkah-langkah antisipasi harus segera diambil oleh Negara. Merespon hal tersebut, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya untuk mempercepat pengembangan lumbung pangan terintegrasi atau Food Estate di luar pulau jawa. Proyek yang menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 ini diharapkan dapat memperkuat cadangan barang strategis nasional.
Sebagai salah satu provinsi yang wilayahnya menjadi areal percontohan pembangunan Food Estate tahap awal, KontraS Sumatera Utara menganggap penting untuk melakukan kajian mendalam terkait persoalan tersebut. Oleh sebab itu, kami menyusun kertas posisi ini sebagai landasan dalam menentukan kerja kerja organisasi dalam menyikapi pembangunan Food Estate di Sumatera Utara.
Kertas posisi kami lampirkan dalam tautan berikut ini: