KontraS Sumatera Utara

Peristiwa penembakan di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai yang menyebabkan meninggalnya MAF (13) pada Minggu (1/9/2024) belum juga menemukan titik terang. Sekalipun Polres Serdang Bedagai sudah mengamankan 4 tersangka, namun dua pelaku utama yang diduga merupakan personel TNI AD hingga kini belum tersentuh proses hukum.

KontraS Sumatera Utara menilai, masih berkeliarannya dua orang terduga pelaku yang berasal dari TNI AD merupakan bentuk tumpulnya penegakan hukum terhadap aparat negara, khususnya TNI. Fenomena seperti ini menunjukan bahwa impunitas, atau prilaku membiarkan dan melindungi
pelaku kejahatan dari tanggung jawab dan hukuman masih tumbuh subur di hadapan kita.

Bagi KontraS, peristiwa penembakan yang pada akhirnya menghilangkan nyawa korban tentu mencederai dan mengangkangi nilai-nilai kemanusiaan. Korban adalah anak dibawah umur yang merupakan bagian dari kelompok rentan. Oleh sebab itu, kasus ini harus segera diungkap dan pelaku diproses secara hukum. Apalagi Polres Serdang Bedagai sudah jelas menyebutkan keterlibatan oknum TNI tersebut.

Dari keterangan dan data yang KontraS himpun dari keluarga, pihak penyidik Polres Serdang Bedagai sebenarnya sudah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Dan Pomdam I Bukit Barisan, sejak 16 September 2024. Tidak hanya itu, keluarga juga sudah berulang kali mendatangi POM TNI untuk menindaklanjuti surat tersebut. Sayang, hasilnya nihil dan minim respon dari pihak POM.

Lambatnya proses penegakan hukum itu pula yang menyebabkan pihak keluarga melalui Fitriyani (52), ibu korban, memutuskan untuk membuat laporan langsung ke POMDAM I/ Bukit Barisan pada Senin (30/09/2024).

Laporan itu sudah diterima dengan nomor: STTL/13/IX/2024. Ibu korban dalam laporannya mengadukan dugaan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang diduga dilakukan oleh dua oknum TNI yang diindikasi berasal dari kesatuan KODIM 0204/DS.

Atas laporan tersebut, KontraS mendesak agar pihak POMDAM I/ Bukit Barisan untuk bekerja profesional dengan segara menangkap dan memproses hukum para terduga pelaku yang terlibat dalam kasus ini.

Mengingat sudah 4 hari sejak laporan langsung dilakukan, atau sudah lebih sebulan lebih sejak peristiwa penembakan, pihak keluarga tidak kunjung mendapat perkembangan berarti.

Jika dalam beberapa waktu kedepan tidak ada perkembangan pengungkapan pelaku, kinerja POMDAM I/ Bukit Barisan kiranya layak untuk di evaluasi.
Selain itu, KontraS mendorong Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan pemantauan ketat terhadap berjalannya proses hukum dalam kasus ini.

Selain dalam rangka memastikan akses keadilan, keluarga korban sebagai pihak pelapor juga perlu mendapat perlindungan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti intimidasi atau ancamanancaman lain yang bisa saja mereka dapatkan.

Pada prinsipnya KontraS sangat menyayangkan masih berulangnya prilaku oknum TNI yang terlibat tindak pidana, arogan, menggunakan kekerasan serta wewenang berlebihan sebagaimana yang terjadi dalam peristiwa meninggalnya MAF. Lebih miris lagi, ulah-ulah memalukan yang dapat merusak citra TNI tersebut justru cenderung dibiarkan dan terkesan mendapat perlindungan.

Terkhusus untuk wilayah Sumatera Utara, fenomena demikian bukan hal baru. Tentu kita masih ingat bagaimana upaya rekan-rekan jurnalis yang tergabung Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumut bersama keluarga korban pembakaran rumah di tanah karo yang begitu kesulitan mengungkap keterlibatan oknum TNI dalam kasus tersebut.

Hal yang sama juga dialami oleh Leny Sitanggang, ibu dari MHS (15) yang diduga meninggal akibat dianiaya oknum TNI saat berada di lokasi tawuran di Deli Serdang, Mei 2024 lalu.

Maka dari itu, dalam pandangan KontraS, Pangdam I Bukit barisan Mayjen TNI M. Hasan harus memberikan atensi besar terhadap kasus-kasus semacam ini. Memastikan bahwa personel TNI yang berada dibawah komandonya mampu bekerja secara objektif dan transparan untuk mengungkap kasus yang melibatkan anggotanya.

Tidak ada alasan lagi untuk melindungi pelaku, apalagi
menghalang-halangi berjalannya proses hukum. Jangan sampai ulah satu dua orang oknum TNI yang arogan tersebut justru merusak kredibilitas TNI secara keseluruhan.

“TNI harusnya berdiri bersama rakyat, bukan malah berlari-lari mengejar dan menembak rakyat,”tegas Ady.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *